spiritual

Suami yang Sering Membentak Istri

Jum’at Berkah

“Tidak memakinya dan tidak meninggalkannya dari rumah karena marah atau benci” (HR Ahmad dan Abu Daud)

Saya menulis tema ini berawal dari membaca sebuah forum tanya jawab yang diasuh oleh Quraish Shihab, yang lebih spesifik tentang perempuan. Saya tertarik mengangkat tema ini karena menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak, yang ditayangkan di Kompas, mencatat bahwa pada tahun 2020 kasus kekerasan rumah tangga secara nasional adalah 61,9 persen. Angka ini yang dialami oleh perempuan yang mengalami kekerasan menjadi korban dalam rumah tangga. Dari 61,9 persen ini, yang paling tinggi adalah kasus kekerasan secara fisik yang dialami oleh perempuan.

Kasus serupa ditemukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan Nasional yang dirilis tahun 2021, juga menunjukkan terjadinya peningkatan kekerasan fisik. Kekerasan di tempat yang paling aman dan nyaman tersebut tidak hanya menimbulkan kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, tetapi meninggalkan trauma psikologis, bahkan penelantaran. Apakah pasangan suami istri lupa terhadap tujuan perkawinan?

Agama Islam menggariskan, bila terjadi konflik dalam rumah tangga, memang tidak melarang suami marah dan membentak istri, namun dalam batas kewajaran. Sebaliknya, Istri juga tidak dilarang menegur dan marah pada suaminya, dengan alasan yang benar.

Kejadian ini pernah dialami oleh seorang sahabat. Rasulullah menjawab seperti tulisan di atas. Rasulullah sendiri memberi contoh, bagaimana menjadi suami yang baik, yaitu menahan amarah. Tujuannya agar manusia berfikir, apakah marahnya memberi manfaat? Apakah marahnya tepat sasaran? Sebab, al Qur’an telah memberi peringatan: “Para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf, akan tetapi para suami mempunyai satu derajat atau tingkat atas mereka” (al Baqarah: 228).

Derajat yang dimaksud adalah kelapangan dada suami terhadap istrinya, untuk meringankan sebagian kewajiban istri. Intinya memang harus sabar. Imam ath Thabari menulis “Walaupun ayat tersebut dalam redaksinya berita, tetapi maksudnya adalah perintah kepada para suami untuk memperlakukan istrinya secara terpuji, agar suami dapat memperoleh derajat itu”.

Setiap wanita memiliki karakter yang berbeda. Oleh karenanya, penting untuk memahami karakter istri agar dapat memperlakukan dengan cara yang tepat. Tidak ada satu pun karakter yang dapat dikatakan “karakter istri yang ideal”.

Bahan bacaan: 101 Soal Perempuan, karya M. Quraish Shihab