spiritual

Perusak Umat

Jum’at Berkah

“Sesungguhnya manusia itu sewenang-wenang bila ia merasa dirinya berkecukupan” (QS. At Tiin: 6-7)

Dalam lintasan sejarah, kepemimpinan Islam yang demokratis, terjadi pada masa khulafaur rasyidin. Namun tidak sempurna karena dalam perjalanan, ada sedikit cedera, yaitu pada masa peralihan Utsman bin Affan ke Ali bin Abi Thalib.

Muawiyyah bin Abu Sufyan termasuk kelompok yang tidak setuju pada Ali sebagai suksesor Utsman. Karena pengangkatan Ali sebagai khalifah keempat, hanya direstui oleh Ahli Badr (sahabat utama Nabi yang pernah ikut dalam Perang Badr), yaitu Thalhah, Zubair dan Saad bin Ubaidah.

Muawiyyah akhirnya memisahkan diri, dan membentuk kekhalifahan Bani Umayyah (661 – 750 M). Bani Umayyah akhirnya harus mengakui kehebatan Bani Abbasiyyah yang dipimpin oleh Abu Abbas (786 – 809 M).

Sistem pemerintahan menganut kekhalifahan, yaitu model kerajaan. Pemimpin dipilih secara turun temurun. Inilah yang menjadikan umat rusak. Selain keturunan ada pula kekuasaan dan kekayaan.

Kebanggaan karena keturunan tidak hanya menimbulkan struktur feodalisme, namun dapat pula berakhir dengan imperialisme. Mungkin, orang kulit putih merasa bahwa mereka adalah manusia istimewa.

Paham seperti inilah yang menjerumuskan umat ke dalam belenggu penjajahan dan penindasan. Adolf Hitler dengan bangga mengakui bahwa bangsanya (ras Aria) sebagai manusia yang unggul. Maka berhak untuk menjajah negara lain dengan membabi buta.

Kekuasaan juga dipakai untuk menindas orang lain. Karena merasa berkuasa, kemudian berbuat sewenang-wenang.

Supremasi yang semestinya digunakan untuk keadilan, disalahgunakan untuk keinginan pribadi dan koleganya. Saat ini, banyak kita jumpai Fir’aun-fir’aun kecil bergentayangan memakai cambuk kekuasaan. Mereka tidak mendengar suara Umar bin Khattab, “Mengapa engkau perbudak manusia, padahal mereka dilahirkan ibunya dalam keadaan merdeka”.

Keturunan, kekuasaan dan kekayaan rupanya menjadi satu kesatuan untuk mengekploitasi manusia (umat) yang lain. Dengan kekayaan yang melimpah, segalanya dapat terwujud sesuai keinginan sendiri. Karena kaya, kita sering memperbudak orang lain. Karena kaya, kita hanya bergaul dengan orang kaya, tanpa mempedulikan kaum dhuafa.