spiritual

Iqra

Jum’at Berkah 

“Bacalah dengan (menyebutkan) nama Tuhanmu yang menciptakan.” Al Alaq: 1

Sudah sangat hafal bila ayat pertama kali turun adalah yang tertera dalam surat al Alaq. Bahkan, lima ayat pertama menjadi hafalan bagi anak-anak yang mengaji di musholla. Bukan hanya itu, ustdaz yang menceriterakanpun diluar kepala. Bagaimana Malaikat yang merangkul Nabi Muhammad saw seraya disuruh menirukan, apa yang diucapkan.

Bertahun-tahun peristiwa ini menjadi bagian dari ritual penyelenggaraan Nuzulul Qur’an. Sebab memang kehidupan Rasulullah sendiri sebelum diangkat menjadi Rasul lebih sedikit bila dibandingkan setelah dinisbahkan menjadi Nabi yang terakhir. Meski sedikit, ada jejak seperti yang dituturkan oleh Aisyah r.a.

“Yang pertama sekali mendahului kedatangan wahyu kepada Rasulullah saw. adalah mimpi-mimpi yang benar. Setiap mimpi beliau selalu terbukti  (kebenarannya) secara nyata, seterang cahaya di pagi hari. Setelah itu beliau terdorong untuk menyendiri (bersemedi), bertempat di Gua Hira untuk beribadah beberapa malam dan Kembali lagi kepada keluarganya untuk mengambil bekal bersemedi berikutnya. Hingga suatu Ketika datang kepada beliau ‘Al-Haqq” Kebenaran Mutlak, yaitu dengan datangnya malaikat yang menyampaikan Iqra dan seteruasnya.” (diriwayatkan oleh Imam Bukhari).

Iqra berasal dari kata qara’a yang berarti menghimpun. Secara umum, Iqra bermakna membaca. Yang menjadi persoalan, mengapa Muhammad yang buta huruf disuruh membaca? Demikian pula Malaikat Jibril tidak membawa naskah tertulis, Ketika menyampaikan wahyu yang pertama itu. Ada berbagai pendapat tentang arti Iqra dari mufassir.

Pendapat pertama, yang dimaksud dengan membaca ismi rabbika (Nama Tuhanmu), atau “berzikirlah”. Ada juga yang menafsirkan bahwa membaca yang dimaksud disini bukan sebagai kemampuan membaca obyek, seperti kita membaca tulisan. Namun kemampuan membaca secara aktual pada diri Nabi Muhammad saw. Dengan kata lain Iqra seperti halnya kun fa yakun, (Jadilah, maka jadilah ia).

Kata iqra menurut beberapa ahli, bukan dimaksudkan untuk membaca agar cepat pandai. Bukan pula membaca dalam arti dzikir dan pikir. Iqra harus diikuti dengan kata ismi rabbika. Sebelum kita mengetahui apa yang kita baca, terlebih dahulu kita mengakui dan menyaksikan bahwa, bacaan itu harus menyebut nama Tuhanmu.

Seorang dokter berkeyakinan bahwa didalam obat ada nama Tuhan. Seorang arsitek meyakini bahwa didalam ukuran-ukuran gambar, ada nama Tuhan. Bankir ataupun pedagang, percaya bahwa dalam hitungan uang ada nama Tuhan. Demikian pula bagi ibu rumah tangga, harus yakin bahwa diatas tajamnya pisau ada nama Tuhan. Bila semua kegiatan bertolak dari nama Tuhan, maka Allah akan meridloi semua langkah-langkah kita.

Bahan bacaan : Tafsir Al Qur’an Al Karim karya Prof. DR. M. Quraish Shihab